rose's

keseluruhan cerita hanya fiksi semata.

pkl 17 : 07 menandakan malam akan tiba begitupun kegiatan sekolah yang telah usai dari setengah jam yang lalu, Jisung baru akan bergegas pulang seusai bermain basket, koridor sudah terlihat sepi, hanya ada cahaya matahari sore yang menerangi dari celah-celah dinding

satu yang membuat Jisung menukikkan kening, si alpha tak yakin jika yang di dengar barusan adalah suara desahan, desahan itu berasal dari salah satu kelas hanya tebakan Jisung saja

awalnya dia acuh tak acuh, tapi koridor yang sudah kosong membuat suara desahan itu makin terdengar nyaring

oh? apa seseorang tengah mating di sekolah? benak si alpha bertanya-tanya

entah itu seseorang yang tengah mating atau hanya hantu yang sedang ingin bermain-main dengan Jisung, peduli setan dengan hal itu, insting binatangnya menuntun Jisung ke arah sumber suara

tungkainya melangkah pelan, berusaha tidak menimbulkan sedikitpun suara

klekkk pintu ruang kelas terbuka, Jisung mendorongnya sedikit, feromon beraroma khas omega langsung menguar menusuk indra penciuman si alpha

aroma vanilla Jisung menjepit hidungnya karna aroma manis itu membangunkan sisi alphanya, netra kelamnya menelisik seisi ruangan namun tidak ada orang sama sekali

hingga saat tubuhnya akan berbalik pergi, desahan itu kembali mengalun, desahan serta rintihan seperti sedang kesakitan, entahlah Jisung tak mau tau, tungkainya melangkah memasuki ruangan tak lupa menutup kembali pintu kelas itu

Jisung membatu, tatapannya jatuh pada seorang lelaki berparas cantik

Oh damn!!

apa yang di lakukan omega ini? duduk bersimpuh di samping meja guru, dengan air mata berderai, kulitnya terlihat merah padam serta tiga kancing seragam yang sudah di tanggalkan

Jisung tidak begitu bodoh untuk mengetahui bahwa lelaki ini sedang dalam masa heat

dengan nyali tinggi, si alpha memberanikan diri berjongkok di hadapan si omega yang masih setia menunduk

“hey?? apa kau butuh bantuan?” tanya Jisung pelan, kepala si omega perlahan mengadah, kini Jisung bisa melihat dengan jelas wajah manis itu

“eughhh.. t-tolong ahh— netra bening itu di linangi air mata, wajahnya begitu sayu, kulitnya yang putih kini berubah warna menjadi merah, Jisung meringis melihatnya —supresantthh”

Fakkk batin Jisung mengumpat, di mana dia bisa mendapatkan pil itu? Jisung sangat kasihan melihat omega di hadapannya ini, Jisung tentu mengenal si omega, walau hanya beberapa kali bertegur sapa dengannya

“apa kau sedang heat? maaf tapi aku juga tak tau di mana bisa mendapatkan pil itu, setauku tak ada yang menjualnya di sekitaran sekolah” ucapnya panjang lebar sambil menahan nafsu birahinya, sisi alphanya mengaung di dalam sana, tapi Jisung cukup tau diri untuk tidak menyentuh Chenle tanpa izin darinya

“t-tolong eughh”

“baiklah.. aku akan mengantarmu pulang, katakan saja di mana alamat mu”

“ahh- tolong sentuh aku hmm”

apa-apaan??

“kumohon” wajah memelasnya terpampang, terlihat tulus memohon, Jisung jadi tidak tega

“baiklah, tapi aku tidak janji akan berlaku baik padamu” mendengar penuturan si alpha, senyum Chenle terbit

Jisung mengangkat Chenle, terlihat begitu mudah seolah bobot tubuh Chenle sepantaran dengan anak bayi

di dudukannya sang submissif di atas meja guru, lalu dengan tergesa meraup plum merahnya

“anghhh” desahan lirih Chenle mengudara, lengannya tersampir di bahu kokoh Jisung, sementara di bawah sana Jisung mulai menanggalkan seragam submissifnya

keduanya berciuman panas di dalam kelas yang sudah mulai menggelap, saling bertukar saliva, membelit lidah satu sama lain

kala seragam Chenle sudah tanggal, Jisung ikut menanggalkan seragamnya tanpa melepaskan tautan belah keduanya

kecipak basah terdengar memenuhi ruangan, ciuman Jisung turun ke leher, lalu turun ke dada, puting merah muda yang sudah mencuat di gigit gemas, sedang puting seblah tak di biarkan menganggur, tangannya dengan gencar memelintir puting Chenle hingga si empu mendesah frustasi

puas dengan kedua puting si omega, Jisung melucuti celana sekolah serta dalaman Chenle yang menutupi kebanggaannya, ugh.. penis kecil itu terlihat membengkak dan basah

tangan besarnya menggenggam penis itu lalu mengocoknya dengan tempo pelan, mengundang desah halus si submissif, Jisung menggigit cuping Chenle, membuat nafsu Chenle kian menggebu-gebu

“ughhh Jisunggg- fastherrr ahh ahh” tempo kocokan pada penis Chenle meningkat, hingga tak lama kemudian Chenle mencapai pelepasan pertamanya

tubuh ringkih itu jatuh pada bahu si dominan, separu tenaganya terkuras habis

“apa kau sudah lelah? ini baru pemula, aku bahkan belum memasukimu”

“Of course not, let's continue” kepalanya mengadah, mengecup rahang tegas si dominan, Jisung lantas terkekeh lalu menurunkan celananya hingga mata kaki, dirinya duduk pada kursi guru

“come here dear”

lantas dengan segenap tenaga yang di milikinya, Chenle beranjak dari atas meja, duduk pada pangkuan dominan, penis Jisung terlihat sudah mengeras, mengacung seolah tengah menantang dunia

keduanya kembali berciuman panas, tangan Jisung sesekali meremas bokong Chenle, kini ciuman keduanya lepas

“lakukan sendiri” titah Jisung

Chenle menggenggam batang berurat itu lalu sedikit mengangkat bokongnya, menggesek kepala penis Jisung pada lubang beceknya, sebelum-

Jlebbb

“Ahh~” —masuk menerobos, tubuhnya naik turun menunggangi penis Jisung, desahan Chenle menyatu dengan geraman rendah Jisung

“Arghhh- lubangmu sangat sempit, penisku seperti di remat kuat” keluh Jisung kenikmatan, karna dinding rektum Chenle menjepit penisnya dengan kuat

“Ahhh- yeahhh Jisunghh ahh ahh” Chenle tak pernah menyangka bahwa dirinya akan bercinta dengan sang adik kelas, sungguh di luar nalar, akrab saja tidak, sekalinya bertemu malah bercinta

“ohh yeahh.. jiii di sana engghhh”

di sana rupanya Jisung memegang kedua sisi pinggang Chenle, membantu Chenle menaik turunkan tubuhnya, pinggang Jisung ikut bergerak, tempo keduanya semakin kencang, titik manis Chenle di tumbuk dengan telak

“Jii— enghhh i cum”

“bersama sayang”

tiga tumbukan terakhir, keduanya keluar bersamaan, cairan precum Jisung keluar di dalam diri Chenle

“ahhh-” kepala Chenle kembali jatuh pada bahu Jisung, nafas keduanya terengah-engah, tak terasa hari sudah malam.

Completed

cw // dewasa 🔞

kepala Renjun pening, mulutnya sibuk mendesis, rasa sakit berpadu nikmat menjalar di sekujur tubuhnya, fikirannya kalut bersamaan dengan pakaian yang lepas dari tubuhnya

“Jaemhhh..sshhh”

“rileks”

ketiga jari Jaemin yang tertanam di anal Renjun di lepasnya, kini dia memposisikan penisnya tepat di depan lubang surgawi Renjun

“Akhh.. s-sakit” baru kepala yang lolos, belum seutuhnya dan Renjun sudah meneteskan air mata, bibirnya dia gigit guna menahan rasa sakit

“lo baru pertama kali?” pertanyaan itu di jawab dengan anggukan kecil

“oh good, gue jadi yang pertama?” Renjun kembali mengangguk

Jaemin tersenyum, kepalanya naik untuk mengecup seluruh inci wajah Renjun lalu turun di perpatahan leher, lanjut kebahu hingga dada si submissifnya

Jari ramping Renjun naik meremat surai kelam Jaemin, sesekali mendesah saat Jaemin menggigit gigit gemas putingnya

di rasa Renjun sudah mulai rileks, Jaemin tanpa aba-aba langsung mendorong penisnya masuk hingga tertanam keseluruhan yang mana mengundang desahan dari si empunya

“Jaemin sakit banget anjing” keluh Renjun sedikit menunduk untuk melihat ke bawah

oh sudah masuk semua?

“your language, ini sakitnya ntar doang” balas Jaemin membiarkan penisnya di dalam sana tanpa bergerak

“ahh bokong gue rasanya bakal sobek”

“gue gerak yah” mengabaikan keluhan Renjun, Jaemin bertanya

“iya.. pelan-pelan tapi”

perlahan namun pasti Jaemin mulai menaik turunkan pinggulnya, tangan satunya di gunakan untuk menahan bobot tubuhnya agar tidak menimpa Renjun, sedang sebelahnya di pakai untuk meremas bokong Renjun yang cukup sintal

“ahh Jaemin ahh-” Renjun memejamkan netranya menikmati sensasi yang belum pernah dia rasakan

“f-fasterr-ahh”

“sabar sayang” racauan Renjun terdengar begitu indah di telinga Jaemin, Jaemin menambah tempo gerakannya, membuat Renjun mendesah frustasi

“Jaemin ughh.. yeahh di sana ahh” kala titik manisnya terjamah, akal Renjun melayang, mulutnya begitu fasih mengagungkan nama Jaemin

tak di sangka ternyata bercinta lebih nikmat dari yang dia bayangkan

tubuhnya melemah bersamaan dengan pelepasan keduanya, desahan dan geraman Jaemin menyatu di dalam kamar hotel, saling bersahutan, memuja satu sama lain

Jaemin di buat mabuk kepalang hanya dengan melihat tubuh ramping Renjun, oh rasanya kewarasannya akan hilang, bahkan lupa akan istri dan anak di rumah.

completed

renjun keluar dari salah satu cafe yang sudah akan tutup sebentar lagi, kala kakinya menapak pada jalanan kepalanya mendongak untuk menatap langit malam London, angin malam menyapu kulit wajahnya, poninya yang mulai panjang ikut tersapu, blazer yang di kenakannya tak cukup hangat untuk musim dingin seperti saat ini.

syal yang selalu di bawanya saat musim dingin di lilitkan pada lehernya lalu melangkahkan tungkai kecilnya.

para pejalan kaki masih berlalu lalang, di temani lampu jalan yang selalu menyala di malam hari tiba, renjun mendesis karna kedinginan.

salah sendiri tidak mengenakan pakaian yang lebih tebal saat keluar malam di musim dingin.

deerrtttt

deerrttt

deerrtttt

merasa ponselnya bergetar di dalam saku blazer, dengan segera dia merogoh dan melihat nama yang tertera di sana

senyumnya terulas saat membaca nama si penelpon, Renjun menggeser icon hijau pada ponselnya lalu menempelkan pada telinga.

“Halo” suara dari sebrang sana terdengar samar karna suara ramai dari sekitar lebih mendominasi

“ya halo” renjun menyahuti sambil terus melangkah

“sayang, kamunya lagi di mana?”

“lagi di luar, mau balik ini”

“udah malem kok masih di luar? ntar sakit loh”

“ya makanya ini mau balik” tungkainya berhenti pada pinggir jalan tol, menunggu hingga kendaraan yang sedang berlalu lalang berkurang, agar bisa menyebrang

“cepetan pulangnya”

“iya ih”

“kangen”

“siapa yang kangen?”

“aku loh kangen sama kamu, udah seminggu ga ketemu, mau peluk”

“Na Jaemin, jangan lebay ih”

“loh? siapa yang lebay.. orang lagi kangen juga, emang kamunya ga kangen apa?”

“ya kangen sih, tapi ga lebay kayak kamu” tuturnya, padahal pipinya sendiri sudah bersemu

“pasti kamu lagi malu yah” tebak Jaemin dari sebrang sana

“dih! mana ada”

“ya emang, ngapain coba senyum senyum gitu di tempat umum? kayak orang gila ih”

“ish kamu tuh kenapa sih? orang aku ga senyum dari tadi, kamu tuh yang gila” Renjun yang tadinya senyum senyum tak jelas berubah cemberut

“tuhkan, kenapa cemberut lagi?”

raut wajah Renjun kini berubah, keningnya mengerut heran, mengapa Jaemin tau segala gerak-gerik nya? jangan bilang Jaemin mengirim mata mata untuk memantaunya?

mengabaikan pertanyaan Jaemin, kepala Renjun menolah ke kanan, lalu menoleh ke kiri namun tak ada yang aneh di rasanya, kini pandangannya kembali melurus pada jalan di sebrang sana, keningnya sontak mengerut dalam saat melihat sosok yang di kenalnya

oh? mungkin saja dirinya salah lihat, netranya mengerjab beberapa kali untuk memastikan bahwa sosok yang dia lihat di sebrang sana bukanlah sosok yang dia kenal namun nihil, sosok yang sedang tersenyum padanya kini tersenyum lebih lebar menampakkan giginya

“jaemin?” lirihnya, yang masih bisa di dengar jaemin dari sebrang sana melalui telpon

“kenapa sih? keliatan kaget banget.. kayak liat hantu aja”

“no..no..no... Jaemin, a-aku liat kamu, ih? kamu punya kembaran yah?”

“kembaran gimana? kan kam-”

-Brukkk belum usai ucapan jaemin, telpon yang di genggam renjun jatuh karna tak sengaja di senggol

“ih.. tu orang jalan gimana sih? galiat apa orang lagi nelpon? kan jatoh” celotehnya berdecak pinggang memandang punggung orang yang menyenggolnya, setelah mengomel pada angin lewat barulah dia berjongkok untuk memungut ponsel nya

“tuh kan retak” bibirnya mencebik masih dalam posisi duduk berjongkok sambil mengelus layar hpnya yang kini retak walau tak retak seberapa

“stand up” suara lain di sertai uluran tangan menyadarkan Renjun, sejenak dia memandangi tangan yang terulur di depannya, lalu tatapannya beranjak naik pada wajah pemilik tangan

“jaemin?” Renjun sedikit memekik, keterkejutannya tak dapat dia tutupi

“jangan ribut, di denger orang malu loh, ayo sini berdiri” Jaemin meraih tangan yang lebih mungil lalu menariknya untuk bangkit

“kamu kok bisa ada di sini?” tanya Renjun masih tak percaya dengan keberadaan Jaemin

“ya karna bisa” jawabnya enteng

“ih nyebelin”

“hpnya rusak yah? coba aku liat” tanpa persetujuan si empu, jaemin langsung mengambil ponsel Renjun untuk di cek

“oh.. ga parah kok ini, masih bisa di perbaikin”

“sekarang kamu jawab, kenapa bisa ada di sini?”

“kan tadi udah”

“aku lagi serius loh na jaemin”

“hehe.. aku tuh kemaren dulu abis nengokin abahnya cuan, kebetulan dia tinggal di sekitaran sini juga, abahnya lagi sakit keras jadi cuan aku temenin deh, soal biaya dia yang tanggung sih”

“jadi kamu di sini udah beberapa hari?” pertanyaan Renjun di jawab anggukan oleh Jaemin

“kok ga bilang”

“gapapa, biar surprise”

“surprise matamu, terus kamu nginep di mana?”

” ya di rumah cuan lah”

“dihh.. yaudah sana pergi kamu, ngeselin banget sih jadi orang, dateng ga bilang-bilang, gaada nengokin aku lagi”

“dihh kok ngambek?”

“au ah.. sana, aku mau pulang istirahat, sana kamu pulang sama cuan cuan itu”

“aku di usir?”

“iya”

“padahal aku mau nginep di tempat kamu tadinya, kangen banget aku sama kamu”

“yaudah ayo balik” Renjun berjalan mendahului Jaemin, kakinya di sentak sentakkan sambil mengomel ngomel tak jelas, Jaemin yang melihat hanya tertawa kecil melihat kelakuan si kekasih yang bak anak kecil.


“na”

“eum?”

“dingin”

“mau minum yang anget-anget?”

“nggak”

“mau apa dong?”

“nana dingin”

“iya sayang dingin”

“dingin” Renjun terus merengek dingin saat tiba di kediamannya, usai bersih-bersih dan berganti pakaian dia langsung bergelung dengan selimut tebalnya

Jaemin yang sementara mengganti baju kini menghampiri si pujaan hati

“ya kamu mau nya apa atuh? siapa suruh coba keluar ga make baju tebel, udah tau cuacanya dingin gini” omelnya ikut masuk ke dalam selimut, mengambil posisi senyaman mungkin

“iya tau aku salah, kamu gausah ngomel napa?” cicit Renjun, pasalnya Jaemin itu sangat jarang marah padanya, sekalinya marah serem banget

“aku ga marah yang, cuma ngasih tau.. kamu jangan nangis dong” lengan Jaemin yang bebas menarik Renjun dalam dekapannya agar lebih dekat

“aku ga nangis yah” ujarnya membalikkan badan agar berhadapan langsung dengan Jaemin yang baring menghadap dirinya

“masa sih? itu idung udah merah gitu..”

“Jaemin ih” Renjun menelusupkan wajahnya di perpatahan leher Jaemin, mengundang gelak tawa si pemilik zodiak Leo

“kamu tuh gemesin banget, pacar siapa sih?” tanyanya bercanda, kini Renjun mendongak hanya untuk menatap Jaemin

“pacar cuan, puas kamu!”

“kok cuan?”

“ya kamu sih, pkk nanya segala”

“hehe, jadi kamu tuh aslinya pacar siapa?”

“pacar orang, kan ga mungkin aku pacaran sama rumput ilalang”

“yeuuu klo di tanya” Jaemin menyentil dahi Renjun gemas

“kamu masih dingin gak?” tanya Jaemin kembali, tangannya masuk menelusup pada pakaian yang di kenakan Renjun, mengusap pelan punggung halus Renjun untuk menghangatkannya

“hu'um, cuaca emang lagi dingin banget”

“kamu tau gak?”

“nggak”

“ya kan aku belum ngasih tau sayang ku”

“apaan?”

“aku sayang banget sama kamu”

“aku juga”

“sayang sama diri kamu?”

“ya sayang sama kamu bodoh”

“tambah cinta nih aku”

“jangan lebay yah na”

“ngga”

Hening melanda, kedua anak muda itu saling berpelukan di atas ranjang, saling bertukar pandang, mengangumi paras satu sama lain

tubuh Renjun melemas saat tangan Jaemin naik merambat pada punggungnya lalu beralih ke perutnya, memberi usapan lembut, menghantarkan sengatan tak kasat mata membuat Renjun pusing seketika

tangan mungilnya dia arahkan pada wajah Jaemin, menelusuri bentuk serupa dewa yunani itu, mengelus pelan rahang tegas yang biasa dia bubuhi kecupan-kecupan ringan

“mau cium, boleh?” celetuk Jaemin di tengah keheningan, Renjun tertawa pelan lalu mengangguk kecil, mengonfirmasi pertanyaan Jaemin

Jaemin tersenyum lebar, dengan senang hati akan dia bubuhkan kecupan di wajah sang kasih

Cup

Cup

Cup

suara kecupan-kecupan ringan menyapa gendang telinga Renjun, dirinya terkikik geli saat Jaemin mengecup dahi, pipi, hingga hidungnya, dan kini Jaemin kembali mengecupnya di bibir

sekali*

dua kali

tiga kali

berulang-ulang hingga kecupan yang mulanya biasa saja menjadi luar biasa, kecupan yang menghantar hawa panas pada diri keduanya

Jaemin mengulum bibir Renjun atas bawah, menelusupkan lidahnya, mejelajahi deretan gigi si mungil, menyapu permukaan mulut yang selalu menjadi candunya

hingga saat Renjun hampir kehabisan nafas barulah dia melepaskan tautannya, membuat benang saliva di antara keduanya membentang.

keduanya saling tatap sebelum terkekeh tak jelas.

“udah malem, tidur gih”

completed

“di mana ibu mu?”

tak ada angin tak ada hujan, Chenle baru saja memulai pembicaraan dan itu benar-benar sangat menakjubkan

aku yang baru saja berganti pakaian menghampiri Chenle yang duduk di tempat tidurku

“ibu ku sedang pergi, ada urusan sebentar katanya”

“kau di tinggalkan seorang diri di sini?”

“iya, seperti yang kau lihat”

Hening kembali melanda, Chenle mengamati isi kamar ku, sedang aku mengamati dia dalam diam

“eumm apa kau lapar? ingin makan?” tanyaku canggung

“tidak”

“baiklah, apa kau ingin berganti pakaian? aku punya beberapa yang mungkin cocok dengan mu”

“tidak”

“baiklah” aku kembali terdiam mengamati Chenle yang berkeliling kamarku, melihat ini itu tanpa ekspresi

“kau pernah berciuman?” kali ini aku bungkam, bulu kudukku meremang

“hey? aku bertanya”

“kenapa kau bertanya tentang itu?”

“hanya penasaran karna kau punya banyak foto seperti ini” ujarnya memperlihatkan padaku selembar polaroid bergambar sepasang kekasih yang sedang bercumbu

itu dia ambil dari meja belajar ku, sungguh aku sangat malu, lupa membereskan isi kamarku, dengan cepat aku berdiri merebut foto-foto tersebut dan beberapa majalah -ekhem- dewasa

itu wajar kan?

aku memasukkannya ke dalam laci meja, mengusap peluh yang bercucuran di pelipis.

“kau??”

“ehehe... kau tau kan? kau juga lelaki, dan ekhem aku akan melakukan i-itu saat aku sedang...”

“ya aku tau, kau juga belum menjawab pertanyaan ku sebelumnya”

“pertanyaan yang mana?”

“kau pernah berciuman?”

pertanyaan itu kembali dia lontarkan, aku menggaruk tengkukku yang sejujurnya tidak gatal

“y-ya”

“dengan?”

“mantanku”

“wanita?”

“tentu saja heyyy, kau fikir aku pacaran dengan pria? yang punya hal sejenis? gila saja!”

“kenapa memangnya jika berhubungan dengan pria?”

“itu menjijikkan”

“bagaimana jika aku menyukaimu? kau akan marah?”

Reflek keningku bertaut tak suka saat Chenle bertanya seperti itu, aku ini seorang homophobia dan candaannya sungguh sangat konyol

“haha... jangan bercanda Chenle, jika benar aku akan menendang mu keluar dari rumahku

“benarkah?”

“ya”

“lalu bagaimana jika aku melakukan....”

ucapan Chenle menggantung, dia berjalan lebih dekat pada Jisung, Jisung reflek mundur hingga pinggangnya menubruk sisi meja belajar

“C-chenle.. kau mau apa?” seketika Jisung menciut, rasanya aura negatif sedang mengelilinginya

fikirannya kalang kabut, Chenle di hadapannya terlihat lebih mengerikan di banding sebelumnya, netra yang tadinya begitu berkilau bak permata kini seakan berubah menjadi api

Chenle tiba di hadapan Jisung, kakinya menjinjit dengan kepala mengadah.

keterkejutan Jisung bertambah dua kali lipat, degup jantungnya memompa begitu cepat, jantungnya nyaris jatuh ke lutut, netra sipitnya di paksa terbuka lebih lebar

benda kenyal yang menempel di bibirnya terasa begitu lembut memangut, CHENLE MENCIUMNYA.. bukan sekedar mencium dalam arti ciuman singkat saja

Jisung merasa jijik, ingin mendorong Chenle lalu memukulnya hingga babak belur, namun entah kenapa tubuhnya tak bisa bergerak, otaknya seolah berhenti bekerja, bahkan konyolnya dia ikut membalas ciuman Chenle

tanpa sadar kedua tangan Jisung naik pada pinggang kecil Chenle, merematnya dengan gemas, membuat sang empu mendesah

bibir Chenle terasa berbeda dengan wony -mantannya- jika bibir wony terasa manis, bibir Chenle terasa manis pahit bercampur asin

apa karna mereka sama-sama pria?

entahlah Jisung tak bisa berfikir dengan jernih saat tangan Chenle naik mengalung pada lehernya, lidahnya melesak masuk mengabsen deretan gigi Jisung, menyapu langit-langit mulut itu dan membelit lidah satu sama lain, nafas keduanya bersahutan.

ini gila, sangat gila, Jisung di buat kalut

bersamaan dengan Chenle yang melepaskan tautan mereka, ponsel Jisung yang berada di atas kasur berbunyi, menandakan ada telpon masuk.

Malu bercampur resah, Jisung berjalan untuk mengambil ponselnya, sedang Chenle hanya menatapnya sambil bersidekap dada

“HALO?!!” suara dari sebrang sana membuat kuping Jisung hampir tuli, dia segera mematikan speaker telponnya

“ya halo? ini dengan siapa?”

“aku Lami”

“oh ya? ada apa? kau sudah mau datang?”

” tadinya begitu, tapi tadi di grup kelas.. katanya belum ada yang sekelompok denganmu”

“Hah?”

“siapa teman sekelompok mu selain aku?”

Jisung gugup, karna kejadian tadi kini sekedar mengucap nama Chenle pun terasa sulit, dia sedikit menjauh, menuju balkon agar Chenle tak mendengarnya

“dengan Chenle, kenapa?”

“Hah?!! kau jangan bercanda Jisung” kini kening Jisung kembali bertaut bingung

“aku sedang tidak bercanda, memangnya ada apa?”

“di kelas kita tak ada yang namanya Chenle”

“ahaha... apa kau sedang bercanda?” Jisung tertawa canggung, berucap seperti membisik sambil mencuri pandang pada Chenle yang masih menatapnya datar

“aku serius, dulu memang ada yang namanya Chenle, tapi 3 bulan yang lalu dia meninggal karna bunuh diri di sekolah”

perasaan Jisung berkelana, terkejut dan takut tiba secara bersamaan, tapi sebisa mungkin dia berfikir positif, mungkin saja Lami sedang menjahilinya dengan melakukan prank bersama dengan Chenle

“hahaha... tak usah menakut-nakuti ku Lami, bahkan sekarang aku dan Chenle sedang bersama”

”...”

“halo?”

“apa dia sedang ada di samping mu?”

“tidak, dia jauh dariku”

“Run... Jisung!!! run..!!!”

“hey? ada apa? kau ini kenapa jadi tidak jelas sekali” jujur saja, Jisung sudah berkeringat dingin saat ini

“aku bilang lari!! sebelum kau di bunuh, Chenle itu sudah tak ada, dia sudah mati karna dia gay, dan seorang yang dia sukai adalah seorang homophobia hingga saat di ketahui, semua orang langsung mem-bully-nya tak terkecuali orang yang di sukainya, dan akhirnya dia bunuh diri karna itu” jelas Lami panjang lebar dengan cepat dari sebrang sana

”...”

“kalau kau tidak percaya, cari saja beritanya di internet” Jisung buru-buru memutuskan panggilan, lalu membuka website untuk memastikan ucapan Lami

Jantung Jisung terasa berhenti berdetak, Jisung mengambil nafas dalam-dalam lalu membuka artikel yang berjudul Seorang Remaja Menengah Atas Bunuh Diri Saat Di Ketahui Bahwa Dia Gay Dan Menjadi Korban Bully

isi artikel dengan yang di sampaikan Lami benar-benar persis, Jisung nyaris melompat saat melihat foto Jasad yang terlihat mirip dengan Chenle.

??? bukankah sudah jelas

dengan cepat dirinya menoleh hanya untuk mendapati wajah pucat setengah rusak dengan mata kelam yang menatapnya tajam, begitu dekat hingga Jisung jatuh tak sadarkan diri.

Completed

“Coba saja” tantang Chenle

Jisung meletakkan makanan yang dia pegang tadi, meletakkannya di pantry dapur lalu berbalik menggendong Chenle seperti koala

Chenle sedikit terkejut sebenarnya, tangannya reflek mengalung di leher sang adik, tapi memang tujuannya untuk ini, yaitu menggoda sang adik tiri.

“Lepas dan duduk saja diam di sini, akan ku ambilkan makanan” titah Jisung karna kelakuan Chenle, pemuda manis itu tidak mau melepaskan Jisung saat Jisung hendak mendudukkannya di kursi, kakinya yang melingkar pada pinggang Jisung malah di eratkan

“Aku tidak mau makan, aku ingin di makan saja” ucapnya mengerling manja

“CHENLE, aku sedang tidak ingin bercanda”

“JISUNG, aku tidak sedang bercanda”

“Terserah mu, sekarang lepaskan aku” Ucapnya pasrah, kakaknya ini seperti bayi saja fikirnya

Chenle tersenyum dengan manik beningnya yang indah, bibirnya mendekat pada bibir Jisung, Jisung tidak menghindar bahkan saat Chenle meraup bibirnya

So. Jisung hanya diam dengan netra terbuka, dia tidak menolak tapi tidak juga membalas lumatan Chenle

Chenle meraup bibir Jisung atas-bawah secara bergantian, lidahnya masuk membelit lidah Jisung serta mengabsen deretan giginya

Seblah tangannya membuka 2 kancing kemeja atasnya, menampakkan tulang selangka yang begitu kentara

Lelah bekerja sendiri, Chenle melepas tautan mereka membuat benang saliva terbentang di antar bibir keduanya

“Sudah?” Tanya Jisung dengan wajah yang biasa saja, sangat biasa sampai Chenle di buat merinding sendiri

Tapi bukan Chenle namanya kalau tidak menggoda orang lain habis-habisan

“Kenapa kau tidak membalas hngg? apa aku kurang membuatmu bernafsu? apa aku kurang sexy? atau”

“Chenle Cukup!, aku hanya ingin makan dengan tenang jadi tolong hentikan semua ini”

“Kau bisa memakanku, aku tak akan menganggu mu”

“Chenle”

“Yesss Daddy?”

Shit

Jisung bisa gila, siapapun tolong jauhkan orang gila ini dari hadapan Jisung atau Jisung akan benar-benar menghabisinya agar dia bisa mengingatnya selama sisa hidupnya

“Kau gi- akhh”

Chenle terkekeh mendengarnya, dia baru saja meremas little Park di bawah sana membuat sang empu terlonjak kaget

“Owhhh... sepertinya Park kecil sedang kedinginan, makanya dia mengeras seperti batu” sindiran halus untuk Park

Sepatah kata, dua patah kata alias tulang punggung Chenle hampir patah karna Jisung

Pemuda Jangkung itu dengan tidak elitnya membanting Chenle dia atas meja makan berbahan kayu, Chenle sedikit meringis di buatnya namun tak lama saat tiba-tiba Jisung merangkak naik ke atas meja berhadapan langsung dengannya

“Chenle.. kau tau? Aku ini masih seorang dominan, aku bisa menghancurkan mu dalam sekejap, tak peduli jika kau itu adalah saudaraku” Suara bariton rendah itu membuat Chenle bergidik ngeri, kepalanya menoleh ke kiri sejenak kala Jisung memandangnya intens

“Hancurkan, hancurkan saja... aku akan menerimanya dengan senang hati” manik bening itu kembali menatap Jisung penuh damba, tangannya merambat naik pada surai kelam Jisung

Jisung tersenyum remeh, kakaknya ini berlagak sok berani sekali ternyata

“Kau yang memulai lebih dulu, maka jangan menyesalinya, aku tak akan berhenti walau kau menangis darah”

“lakukanlah apa yang ingin kau lakukan, kau jadi terlihat seperti gentle man jika seperti ini, tidak seperti adik polosku yang kemarin”

Jisung terkekeh sejenak sebelum mengambil start, bibir senada Cherry itu di lahap dengan rakus, tangannya tak diam menganggur... satu tangan di gunakan untuk menumpu berat badan agar tidak menimpa kakaknya sedangkan tangan lainnya menjelajah pada lekukan tubuh Chenle

diam-diam Chenle tersenyum kemenangan, tangannya mengelus dada Jisung dari balik kaosnya, sedang mulutnya sibuk memangut

keduanya hanyut dalam ciuman panjang, daegal (peliharaan Chenle) menjadi satu-satunya oknum yang bisa melihat langsung pemandangan indah di pagi hari ini

anjing kecil yang lucu itu duduk di seblah kulkas, menyaksikan kelakuan kedua majikannya

“eunghhh” Jisung melepas tautannya, dia turun untuk duduk di salah satu kursi makan

“kemari” panggil nya menepuk paha, Chenle bangkit dari atas meja dan kini dia duduk di pangkuan Jisung

Jisung kembali memangut belah tipis itu, pinggang Chenle di peluk posesif, Ciuman menuntut itu turun beralih ke leher Jenjang sang submissif untuk memberinya tanda kepemilikan, kemeja oversize yang di kenakan Chenle sudah jatuh di lantai marmer dapur menyisakan celana pendeknya

“Akhhh” Chenle menjambak surai Jisung, kala pemuda jangkung itu menggigit terlalu kuat pada area sensitif nya

Jisung bangkit menggendong Chenle, kedua paha padat Chenle sedikit di remat, tubuh yang lebih mungil di dudukkan pada pantry dapur

Jisung memilin nipple pink yang sudah mencuat itu, lalu mulutnya ikut bermain dengan nipplenya, menyesapnya serta menggigit-gigit kecil

tangan satunya mencubit-cubit gemash seblah puting Chenle yang menganggur, sedangkan tangan lainnya sibuk meremat bongkahan bokong padat Chenle yang masih di balut Celana

“Jisung Stopphhh” suruh Chenle sedikit mendorong tubuh besar Jisung di hadapannya

“kenapa? kau mau berhenti setelah apa yang baru saja kau perbuat?” tanya nya sedikit tidak terima

“tidak, bukan begitu.. ayo pindah ke kamar, tak mungkin kan kau berfikir akan melakukan nya di dapur?”

“kenapa tidak? selagi bisa memuaskan ku, aku tidak keberatan” jawabnya enteng, baju kaos nya dia tanggalkan dan kembali mendekat pada Chenle, saat tangannya hendak membuka celana yang Chenle kenakan, Chenle kembali menahan tangannya

“tunggu, ayo ke kamar”

Jisung sedikit mendongak untuk menatap manik bening Chenle. Chenle yang duduk di pantry dapur yang tinggi membuatnya harus mendongak

“kita ke kemar tapi nanti” setelah berucap, Jisung langsung melepas paksa celana Chenle, tanpa persetujuan sang empu

“ini kecil sekali” komentar Jisung menggenggam penis Chenle, Chenle merapatkan kedua kakinya, pipinya memerah padam, dia sedang malu heyyyyy

padahal beberapa menit yang lalu, dia yang gencar menggoda Jisung.

“kenapa malu?”

“SIAPA JUGA YANG MALU???!”

“pipi mu merah”

” i-itu karna dapur ini sangat panas dannn AKHHH.... Jisung sialan” Chenle menarik tengkuk Jisung, menciumnya secara brutal guna menghilangkan rasa malunya

'Dia yang menggodaku, dia juga yang malu' dalam hati Jisung tertawa mengejek

tangan Chenle turun untuk membuka Celana Jisung, saat Celana itu sudah tanggal kini jemari lentiknya menggoda milik Jisung

'Besar' batinnya kelewat jujur

penis Jisung di kocok pelan, sesekali dia bermain di ujung (kepala penis) Jisung, batang yang sudah tegang itu kini bertambah menjulang tinggi

ini jauh lebih besar dari yang Chenle bayangkan, besar dan urat-urat nya begitu menonjol, bahkan milik partner Chenle sebelum nya kalah jauh

terlalu banyak berfikir, Chenle bahkan tidak sadar jika saat ini wajahnya sudah berhadapan langsung dengan penis Jisung

“lakukanlah apa yang harusnya kau lakukan” Chenle duduk di lantai dengan kedua lutut menumpu pada lantai marmer, sedang Jisung duduk di kursi meja makan, pemuda itu mengangkangkan kaki nya di depan wajah Chenle

perlahan tapi pasti, Chenle menggenggam kembali batang itu, sedikit menjilat ujung kepalanya, lalu memasukkan ke dalam mulut kecilnya

Penis itu tidak masuk sepenuhnya karna ukurannya yang terbilang tidak main-main, maju-mundur begitu seterusnya, penis yang tidak muat masuk di kocok dengan tangannya.

“Arghhhh shittt, nikmat sekali” geraman rendah Jisung saat Chenle menambah temponya

Pinggulnya ikut di goyangkan maju mundur berlawanan dengan blowjob Chenle

Tak kuasa menahan nafsu yang meledak-ledak, Jisung menjambak surai Chenle, memaju mundurkan kepalanya guna menambah tempo

Chenle bahkan beberapa kali tersedak, kepala penis Jisung menabrak tenggorokannya,

sebelum Jisung cum, Chenle mengeluarkan penis Jisung lebih dulu dari mulutnya, sehingga cairan precum itu berhamburan di lantai serta dada Chenle

Chenle kembali bangkit mengambil posisi di atas Jisung, mengecup sejenak bibir si dominan lalu sedikit mengangkat bokongnya, bokongnya sejajar dengan penis Jisung yang sudah kembali berdiri tegap

Bokongnya kembali merendah, bisa dia rasa penis Jisung menyentuh analnya

“Apa ini yang pertama bagimu?” Tanya Jisung, Chenle menggeleng

“Bagus. Seharusnya ini tidak akan terasa sangat sakit bila kau sudah pernah melakukan sebelumnya”

Chenle tidak mengindahkan perkataan Jisung, dia fokus dengan penis Jisung yang akan memasuki analnya.

“AKHHHH” Jeritan Chenle melengking di seluruh penjuru ruangan, Jisung dengan tidak berperasaan nya langsung menarik pinggul Chenle kebawah, melesakkan penisnya yang langsung habis di lahap anal sempit milik Chenle

“apa sakit?” Jisung mengernyit

“Sialan! Ini sangat sakit... Kurasa anal ku sobek karna milikmu” marahnya manatap Jisung sinis tbc-

Sorry gantung, sebenarnya ini mau aku pub di WP, tapi lain kali aja... jadi lanjutnya di WP awokawokssss. mksh udh mau baca cerita gajelas ini :))

acara

puk

“eyyy bro”

Lucas menepuk bahu Jisung, lalu ber-tos ria setelahnya, tatapan Lucas beralih pada Chenle

“wow, pacar baru ya sung?” tanyanya menaik turunkan keningnya guna menggodanya sang sahabat, sebenarnya dia tau jika Chenle ini adik dari Jaemin, pacar Jisung

“bukan, adeknya Jaemin ini”

“manis yah” timpal seorang gadis cantik dengan surai sebahu, Lami

“haha.. biasa aja kok” jawab Chenle menggaruk pipinya yang tak gatal

“gausah canggung Dek, kita-kita ga makan org kok, gatau juga klo si Lucas” perkataan guanlin mengundang gelak tawa semua yang hadir pada acara ultah ini

beberapa saat kemudian Chenle saling berkenalan pada orang-orang yang di ketahuinya adalah kakelnya.

tak banyak, hanya kisaran belasan orang saja yang hadir, karna acara ini cuma acara kecil-kecilan


“hahaha... ajg, tolol- terus lo di apain?”

tawa menggelegar di ruang tengah rumah Lucas

“di timpuk doang sih, tapi tetep aja sakit”

“ya salah lo, siapa suruh mesum di tempat umum” ujar Lia pada hueningkai yang tengah curhat tentang kejadian beberapa waktu lalu

“tau nih, sinting emang” Jisung ikut menimpali

“anyway, gue bawa sesuatu” Karina yang entah dari mana, menenteng sebuah kresek, memperlihatkatnya pada seluruh penghuni, fyi. keluarga Lucas berada di China, jadi dia hanya tinggal seorang diri

“apaan tuh?”

“biasalah” Karina menghampiri mereka, lalu mengeluarkan isi kresek, yang ternyata berisi beberapa botol minuman beralkohol

“wihhh, seru nih”

yangyang mengambil sebotol, lalu di tuang ke gelas yang mana langsung di teguk hingga tandas

“ahh mantap”

“anyway, Chenle minum juga gk?” tanya Lami

“belum pernah minum sih hehe” jawab Chenle kaku

“wih, masa sih? mau coba gak?” kini ningning yang menawarkan

“emang lo bisa minum? tar mabok loh” Jisung mengujari, Ahh.. aku kamu nya sudah tak ada lagi

“gapapa ih, coba dulu.. kadar alkohol rendah gabakal bikin lo mati” bangchan ikut menimbrungi

awalnya Chenle menimang nimang sebelum menerima alkohol tersebut.

Jisung awalnya juga sudah melarang, tapi Chenle itu keras kepala, dia terlalu penasaran dengan yang satu ini, dan tanpa pikir panjang meminumnya.

continue

tiga puluh tujuh

cw // mature

“Na Jaemin???”

“kenapa?” sang empu yang namanya di sebut menyahut, seblah keningnya terangkat

sedang Renjun masih menatap tak percaya, meneliti penampilan Na Jaemin dari ujung rambut hingga kaki dengan mulut yang masih terkatup rapat

“l-lo Na Jaemin? temen sekolah gue pas SMA?” tanyanya menunjuk-nunjuk wajah Jaemin

yang di tunjuk tersenyum miring, bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekat pada Renjun, rasa gugup membuat Renjun menciut, tubuhnya melangkah mundur saat Jaemin melangkah lebih dekat, hingga pinggangnya menubruk pagar pembatas balkon

bersamaan dengan itu Jaemin juga berhenti melangkah, mereka hanya berjarak berapa meter saja, fikiran Renjun kalang kabut.. Jaemin dengan kaos putih serta celana pendek hitam selutut sudah cukup membuat kakinya melemas, belum lagi surai kelamnya yang acak-acakan menambah kesan cool pada dirinya

Jujur saja, Renjun sedikit banyak terpukau

Jaemin bersiul, bersidekap dada meneliti penampilan Huang Renjun dari bawah hingga ke atas

“saya ga nyangka kamu bakal secantik ini di banding terakhir kali kita ketemu”

“a-ahh.. thanks pujiannya, kayaknya gue harus pulang deh” baru saja akan melenggang melarikan diri, Jaemin sudah lebih dulu mengahalau dari segala sisi, mengunci pergerakan Renjun

“kenapa mau pulang? kamu datang ke sini bukannya untuk melayani saya?” bisik Jaemin di telinga Renjun, kedua tangannya bertumpu pada pagar pembatas di kedua sisi tubuh Renjun

“sorry, gue salah kamar” Renjun mendorong dada Jaemin yang sayangnya tak berpengaruh banyak, lantas Jaemin tertawa renyah mendengar bualan Renjun

“saya gak pikun untuk mengingat ucapan kamu beberapa menit yang lalu”

hening

Renjun menetralkan detak jantungnya, mendinginkan kepalanya yang tiba-tiba terasa panas, mengatur nafasnya yang entah kenapa terasa memburu

“it's okay, gue dateng ke sini emang untuk jual diri gue!! puas lo?!!! dan gue gatau sama sekali klo orang yang gue dapet adalah lo!!!” ungkapnya dengan intonasi yang meninggi, netranya memerah karna marah bercampur sedih, dia merasa takdir sedang mengolok-olok dirinya saat ini

“heyyy... don't cry, look at me... – Jaemin mengangkat dagu Renjun dengan telunjuknya agar wajah si aries itu mengadah, netra rubah nya berkaca-kaca meneteskan air mata “why are you crying?”

“ya lo pikir aja, gue tau lo pasti mau ngetawain gue kan? ngeliat orang yang dulu nolak lo mentah-mentah sekarang mau nyerahin diri ke lo dengan cara yang ga elit banget, lo pasti udah rencanain ini semua kan?! ngeliat gue yang kesusahan nyari uang, lo ngambil kesempatan ini” usai mengatakan isi hatinya, tangan Jaemin di tepisnya lalu mengalihkan pandangan kemana saja asal bukan pada wajah Jaemin

“lo mikir gue orang seperti itu?” suara itu terdengar pelan tapi terasa berat

Renjun mengusap liqued bening yang mengalir di pipinya, kembali beralih menatap Jaemin yang sedang menghela nafas

“gak salah sih klo lo berfikir gitu, tapi nyatanya gue emang ga gitu” ucapnya sambil merogoh saku celana, mengeluarkan dompet kulit berwarna hitam, Renjun tau pasti dompet itu mahal

“lo gausah susah-susah jual diri kemana-mana, gue gabakal nidurin lo tanpa izin” katanya lagi masih membuka-buka isi dompetnya

“ini, lo pakai dengan baik” Jaemin meraih tangan Renjun, memberinya sebuah blackcard

fikiran Renjun kembali kalut, tiba-tiba hatinya terenyuh, merasa bersalah pada Jaemin

“ambil aja, gue gaada duit buat balikin nantinya” gengsi. Renjun kembali menyodorkan kartu tersebut

“haha.. tenang aja, gausah lo balikin.. gue bantunya ikhlas tanpa pamrih, gue gatau apa masalah lo tapi liat lo gini, gue tau pasti masalah lo berat”

oke. Sekarang Renjun benar-benar di serang rasa bersalah, menuduh Jaemin yang tidak-tidak.

hening kembali melanda, Renjun sibuk dengan fikirannya, hingga Jaemin memutar badan hendak pergi dari sana, Renjun menahan lengan Jaemin

“mau kemana?” tanya Renjun, Jaemin mengernyit tapi tetap membalas pertanyaan itu

“nyari Jalang buat gue tiduri” ucapnya begitu enteng, Renjun melotot tak percaya, apa Jaemin serius?

“lo ngasih gue duit secara cuma-cuma dan sekarang mau nyari Jalang?”

“kenapa emang?” kening Jaemin bertaut bingung

ekhem sebenarnya gue gasuka berutang budi sama orang, jadi lo gausah repot-repot nyari Jalang, dari awal perjanjian nya kan gini”

kali ini Jaemin di buat teramat bingung dengan perkataan Renjun, yang tidak di mengertinya

melihat wajah bingung Jaemin, Renjun berinisiatif mengambil start lebih dulu

wajah manisnya mengadah menatap pada netra sekelam malam itu, tubuhnya maju beberapa langkah hingga jarak yang tercipta begitu sedikit

Renjun berjinjit hanya untuk menggapai bibir Jaemin, menciumnya lembut dengan tangan yang kemudian naik mengalung pada leher si dominan

Jaemin diam mematung membiarkan Renjun menciumnya, netranya masih terbuka menatap netra Renjun yang tertutup, sedang bibir kecilnya sibuk meraup bibir Jaemin

menit berlalu tanpa Jaemin yang membalas pangutan Renjun, saat kakinya akan kembali menapak, Jaemin menahan pinggangnya, mendorong tubuh yang lebih mungil hingga menabrak pagar pembatas besi, sedikit sakit tapi hanya sekejap karna Jaemin dengan cepat memangut ranumnya dengan rakus

Jaemin memangut belah Cherry itu atas bawah, saat rongga Renjun terbuka, lidahnya masuk melesak, mengabsen deretan giginya, menyapu langit-langit mulutnya, hingga saling membelit lidah satu sama lain

nafas Renjun terengah, akalnya hilang bersamaan dengan tangan Jaemin yang masuk di dalam kemejanya, meraba tubuhnya dengan sensual, udara dingin malam terasa menusuk kulit, mengingat mereka tengah bercumbu di balkon hotel

ciuman Jaemin turun, nafas hangat menerpa perpotongan lehernya, lantas Renjun mengadah memberi akses Jaemin untuk melakukan lebih padanya

Jaemin mencium kulit lehernya lembut, menyesap kulit yang terasa seperti vanilla, manis.

puas memberi beberapa tanda pada leher Renjun, Jaemin kembali menyesap belah ranum submissifnya, tangan nakalnya bergerak melepas tiga kancing atas kemeja Renjun

mengusap dada yang terasa halus, sesekali memelintir puting merah jambu itu yang mana mampu membuat si empu mendesah frustasi.

continue


Suara musik disko dengan lautan manusia yang tengah mabuk berjoget-joget mengelilingi Jisung, bau alkohol tercium sangat menusuk

“Kenapa kita ke sini?” tanya Jisung di tengah kerumunan manusia penikmat malam, Chenle hanya tersenyum lalu menarik Jisung dari kerumunan orang-orang itu

Chenle membawa Jisung untuk duduk di kursi bar bersamanya lalu memesan tiga botol alkohol berkadar tinggi, beberapa menit kemudian seorang bartender dengan penuh tato di tubuhnya datang membawa pesanannya.

“kau tau? kita akan bersenang-senang malam ini, kau pasti belum pernah ke tempat seperti ini kan?” ucap Chenle menuangkan alkohol tersebut pada gelas Jisung juga gelasnya

“minumlah” Chenle menyodorkan segelas pada Jisung, sedangkan miliknya langsung di teguk hingga tandas, Jisung diam bergeming fokusnya kini teralih pada gelas alkohol yang di beri Chenle

“heiii minumlah, jangan hanya di lihat”

“tapi aku tak minum alkohol”

“makanya aku memberi mu agar kau bisa mencobanya”

“tidak, aku tak bisa”

“hei ayolah, ku mohon... aku bahkan sudah menghabiskan 5 gelas” bujuk Chenle dengan nada memelas, Jisung menimang-nimang sebelum akhirnya dia benar-benar menerima minuman beralkohol itu

Chenle tersenyum sumringah saat Jisung mengambil segelas alkohol itu darinya, saat hendak meminumnya Chenle menahan tangan Jisung

“Tunggu”

“iya?”

“lepaskan kaca mata mu, ini sangat menganggu untukku” tanpa izin Chenle melepas kaca mata Jisung, Jisung ku juga sama sekali tidak keberatan

“Cherss”

Tingg

kedua gelas itu berdenting, Chenle langsung meneguk habis alkohol nya, sejenak dia melirik Jisung dengan ekor matanya, lantas sudut bibirnya kembali terangkat saat Jisung meneguk habis alkohol nya, sensasi pahit pada alkohol membuat Jisung menyerit aneh

“bagaimana?” tanya Chenle yang sudah setengah mabuk

“ya, tak buruk”

Chenle kembali tersenyum lalu kembali menuang wine ke gelas Jisung lagi, lagi... lagi... dan lagi sampai mereka berdua sama-sama mabuk berat.


BRUKK

tubuh kecil itu menabrak dinding dengan tidak santainya, Jisung melumat melumat bibir manis itu dengan brutal

cumbuan mereka sangat berantakan menghasilkan suara kecipak basah yang memenuhi salah satu kamar hotel

Jisung menghimpit tubuh kecil itu pada dinding, kedua tangan Chenle mengalung pada leher sang dominan, sedang bibirnya masih gencar membalas lumatan demi lumatan

di sela-sela lumatan tersebut, Chenle mencoba meraup udara karna Jisung tak membiarkan nya mengambil nafas

Jisung menggigit bibir mungil itu sampai sang empu hampir menjerit, lidahnya masuk menjelajahi rongga mulut sang submisiff, mengabsen deretan gigi rapi itu.

kedua paha putih nan mulus itu di angkat, membawanya menuju tempat tidur, tubuh mungil itu di banting ke tempat tidur sedikit kasar, lalu di tindih oleh si dominan

mata sayu dengan bibir yang sedikit berdarah serta saliva yang berceceran membuat Jisung kalap

pakaian yang di kenakan Chenle di sobeknya dengan tidak manusiawi sampai tak tersisa sehelai benangpun, menampilkan tubuh polos bersih nya.

Jisung takjub, bagaimana mungkin seorang pria memiliki tubuh seperti wanita? ini sangat luar biasa sexy

Jisung kembali melumat bibir itu, ciumannya turun hingga ke leher meninggal kan bekas kepemilikan, mulut Jisung sibuk membuat kissmark sedangkan tangannya sibuk memelintir puting yang sudah mencuat itu, sesekali mulutnya menggigit-gigit puting itu

“Ji-akhhh”

“yes baby” suara bariton rendah itu mampu membuat bulu kuduk Chenle meremang

“please touch me”

“hmm? Where? where do you want me to touch?” goda Jisung

“Plsss fuck me!” jerit Chenle tak kuasa menahan nafsunya, membuat Jisung terkekeh

“ok, i will make you cry till morning”

“yashhh, buat aku menjerit sampai menangis kenikmatan” Ucap Chenle balik menggoda

“baiklah jika itu maumu” Jisung bangkit melepas pakaiannya hingga tak tersisa sehelai benangpun lalu kembali menindih tubuh kecil itu

“sudah ku duga, kau pasti sangat hot” bisik Chenle nakal lalu menarik tengkuk Jisung, meraup bibir tebal itu dengan rakus, sedang tangan besar Jisung dengan lihai menulusuri lekuk tubuh Chenle, Chenle reflek meremat kain sprei

saat bibirnya di lumat, tangan Jisung menuju ke lubang anal Chenle, satu jari di masukkan membuat Chenle mengejang, satu jari lainnya bertambah seterusnya hingga tiga jari berhasil lolos

“Akkhhh Ji-sunghhh”

“apa sayang?”

“di sana ahh”

“apa?” tanya Jisung seolah tak paham

“sentuh ughh ak-hu di sana”

“di sini” Jari Jisung keluar masuk menyentuh titik manis submissifnya

“ya di sana ahh”

Jisung tersenyum senang, saat Chenle hampir saja cum dia menghentikan kegiatannya membuat Chenle kesal

“kenapa berhenti?” tanyanya

“aku akan menggunakan adikku, atau kau lebih suka menggunakan jari?”

“nope, cepat masukkan” ucapnya tergesa

“sabar, rileks sebentar sayang”

saat ujung penis Jisung sudah masuk, air mata Chenle jatuh dari sudut matanya

“sakit?” tanya Jisung lembut saat mendapati Chenle menangis, padahal ini baru kepalanya saja, belum keseluruhan nya

Chenle mengangguk

“kau rileks lah, aku akan melakukannya dengan cepat” Jisung kembali mencumbu bibir Chenle agar rasa sakitnya tak terlalu terasa

“Akhhh- Ji-sunghhh sakit” jerit Chenle tiba-tiba saat milik Jisung sudah masuk dengan sempurna

“apa ini yang pertama kalinya kau bercinta?”

Chenle menggeleng, membuat Jisung sedikit bangga padanya, lubang surga ini masih terasa sangat sempit

“kau tahan ya, sebentar juga akan nikmat”

“Hikss bagaimana kau tau itu akan nikmat huh?!! apa sebelumnya kau hikss pernah melakukan nya?!!” Chenle menangis sesenggukan, baru kali ini dia bercinta dengan rasa sakit yang luar biasa

“tidak, tapi aku pernah beberapa kali menonton”

“ugghhh benarkah?— Chenle dan Jisung mengobrol sambil mencoba tuk menyesuaikan diri —aku tak menyangka jika seorang nerd seperti mu tak sepelos seperti kelihatan nya”

Jisung terkekeh menanggapi ucapan Chenle, saat di rasa Chenle sudah mulai rileks, Jisung menyugar rambutnya ke belakang lalu mulai bergerak menghentakkan penisnya keluar masuk

“Ughhh— pelan pelan Ji eunghh” Chenle mulai merasa kenikmatan, namun pipinya masih membekas jejak air mata

seakan tuli, Jisung malah menambah tempo pada genjotannya, hingga Chenle susah bernafas di buatnya, Jisung menyentak lebih keras dan dalam membuat Chenle berkali-kali menjerit kenikmatan

sebelah kaki Chenle di angkat ke pundaknya tak hentinya menyentak lebih dalam, penisnya serasa di remat kuat kuat oleh anal Chenle

ini lebih nikmat dari mimpi bercinta yang pernah ia alamai, bagaimana wajah manis di bawahnya ini mendesah dengan peluh di sertai rintihan nikmat, membuat dirinya benar benar gila

selanjutnya Jisung mengubah posisi mereka menjadi terbalik, dengan posisi Chenle yang berada di atas dan dia di bawah, tangan nya mencengkram pinggang ramping itu membawanya untuk bergerak naik turun, hingga akhirnya Chenle bergerak sendiri untuk mencari kenikmatan nya

mereka bergerak dengan cepat di sertai nafas yang tersengal sengal, ini terasa sangat melelahkan juga menyenangkan, mereka kembali mencumbu bibir satu sama lain hingga akhirnya mereka Cum bersama

tak berhenti di sana, mereka melanjutkan permainan mereka dengan gaya yang berbeda-beda, membuat pinggul Chenle kembali bergerak hebat, bahkan ranjang yang mereka gunakan ikut berdecit membuat suasana ruangan menjadi lebih panas.

completed

this rose

lentera

lara aku kehilangan