tiga puluh tujuh

cw // mature

“Na Jaemin???”

“kenapa?” sang empu yang namanya di sebut menyahut, seblah keningnya terangkat

sedang Renjun masih menatap tak percaya, meneliti penampilan Na Jaemin dari ujung rambut hingga kaki dengan mulut yang masih terkatup rapat

“l-lo Na Jaemin? temen sekolah gue pas SMA?” tanyanya menunjuk-nunjuk wajah Jaemin

yang di tunjuk tersenyum miring, bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekat pada Renjun, rasa gugup membuat Renjun menciut, tubuhnya melangkah mundur saat Jaemin melangkah lebih dekat, hingga pinggangnya menubruk pagar pembatas balkon

bersamaan dengan itu Jaemin juga berhenti melangkah, mereka hanya berjarak berapa meter saja, fikiran Renjun kalang kabut.. Jaemin dengan kaos putih serta celana pendek hitam selutut sudah cukup membuat kakinya melemas, belum lagi surai kelamnya yang acak-acakan menambah kesan cool pada dirinya

Jujur saja, Renjun sedikit banyak terpukau

Jaemin bersiul, bersidekap dada meneliti penampilan Huang Renjun dari bawah hingga ke atas

“saya ga nyangka kamu bakal secantik ini di banding terakhir kali kita ketemu”

“a-ahh.. thanks pujiannya, kayaknya gue harus pulang deh” baru saja akan melenggang melarikan diri, Jaemin sudah lebih dulu mengahalau dari segala sisi, mengunci pergerakan Renjun

“kenapa mau pulang? kamu datang ke sini bukannya untuk melayani saya?” bisik Jaemin di telinga Renjun, kedua tangannya bertumpu pada pagar pembatas di kedua sisi tubuh Renjun

“sorry, gue salah kamar” Renjun mendorong dada Jaemin yang sayangnya tak berpengaruh banyak, lantas Jaemin tertawa renyah mendengar bualan Renjun

“saya gak pikun untuk mengingat ucapan kamu beberapa menit yang lalu”

hening

Renjun menetralkan detak jantungnya, mendinginkan kepalanya yang tiba-tiba terasa panas, mengatur nafasnya yang entah kenapa terasa memburu

“it's okay, gue dateng ke sini emang untuk jual diri gue!! puas lo?!!! dan gue gatau sama sekali klo orang yang gue dapet adalah lo!!!” ungkapnya dengan intonasi yang meninggi, netranya memerah karna marah bercampur sedih, dia merasa takdir sedang mengolok-olok dirinya saat ini

“heyyy... don't cry, look at me... – Jaemin mengangkat dagu Renjun dengan telunjuknya agar wajah si aries itu mengadah, netra rubah nya berkaca-kaca meneteskan air mata “why are you crying?”

“ya lo pikir aja, gue tau lo pasti mau ngetawain gue kan? ngeliat orang yang dulu nolak lo mentah-mentah sekarang mau nyerahin diri ke lo dengan cara yang ga elit banget, lo pasti udah rencanain ini semua kan?! ngeliat gue yang kesusahan nyari uang, lo ngambil kesempatan ini” usai mengatakan isi hatinya, tangan Jaemin di tepisnya lalu mengalihkan pandangan kemana saja asal bukan pada wajah Jaemin

“lo mikir gue orang seperti itu?” suara itu terdengar pelan tapi terasa berat

Renjun mengusap liqued bening yang mengalir di pipinya, kembali beralih menatap Jaemin yang sedang menghela nafas

“gak salah sih klo lo berfikir gitu, tapi nyatanya gue emang ga gitu” ucapnya sambil merogoh saku celana, mengeluarkan dompet kulit berwarna hitam, Renjun tau pasti dompet itu mahal

“lo gausah susah-susah jual diri kemana-mana, gue gabakal nidurin lo tanpa izin” katanya lagi masih membuka-buka isi dompetnya

“ini, lo pakai dengan baik” Jaemin meraih tangan Renjun, memberinya sebuah blackcard

fikiran Renjun kembali kalut, tiba-tiba hatinya terenyuh, merasa bersalah pada Jaemin

“ambil aja, gue gaada duit buat balikin nantinya” gengsi. Renjun kembali menyodorkan kartu tersebut

“haha.. tenang aja, gausah lo balikin.. gue bantunya ikhlas tanpa pamrih, gue gatau apa masalah lo tapi liat lo gini, gue tau pasti masalah lo berat”

oke. Sekarang Renjun benar-benar di serang rasa bersalah, menuduh Jaemin yang tidak-tidak.

hening kembali melanda, Renjun sibuk dengan fikirannya, hingga Jaemin memutar badan hendak pergi dari sana, Renjun menahan lengan Jaemin

“mau kemana?” tanya Renjun, Jaemin mengernyit tapi tetap membalas pertanyaan itu

“nyari Jalang buat gue tiduri” ucapnya begitu enteng, Renjun melotot tak percaya, apa Jaemin serius?

“lo ngasih gue duit secara cuma-cuma dan sekarang mau nyari Jalang?”

“kenapa emang?” kening Jaemin bertaut bingung

ekhem sebenarnya gue gasuka berutang budi sama orang, jadi lo gausah repot-repot nyari Jalang, dari awal perjanjian nya kan gini”

kali ini Jaemin di buat teramat bingung dengan perkataan Renjun, yang tidak di mengertinya

melihat wajah bingung Jaemin, Renjun berinisiatif mengambil start lebih dulu

wajah manisnya mengadah menatap pada netra sekelam malam itu, tubuhnya maju beberapa langkah hingga jarak yang tercipta begitu sedikit

Renjun berjinjit hanya untuk menggapai bibir Jaemin, menciumnya lembut dengan tangan yang kemudian naik mengalung pada leher si dominan

Jaemin diam mematung membiarkan Renjun menciumnya, netranya masih terbuka menatap netra Renjun yang tertutup, sedang bibir kecilnya sibuk meraup bibir Jaemin

menit berlalu tanpa Jaemin yang membalas pangutan Renjun, saat kakinya akan kembali menapak, Jaemin menahan pinggangnya, mendorong tubuh yang lebih mungil hingga menabrak pagar pembatas besi, sedikit sakit tapi hanya sekejap karna Jaemin dengan cepat memangut ranumnya dengan rakus

Jaemin memangut belah Cherry itu atas bawah, saat rongga Renjun terbuka, lidahnya masuk melesak, mengabsen deretan giginya, menyapu langit-langit mulutnya, hingga saling membelit lidah satu sama lain

nafas Renjun terengah, akalnya hilang bersamaan dengan tangan Jaemin yang masuk di dalam kemejanya, meraba tubuhnya dengan sensual, udara dingin malam terasa menusuk kulit, mengingat mereka tengah bercumbu di balkon hotel

ciuman Jaemin turun, nafas hangat menerpa perpotongan lehernya, lantas Renjun mengadah memberi akses Jaemin untuk melakukan lebih padanya

Jaemin mencium kulit lehernya lembut, menyesap kulit yang terasa seperti vanilla, manis.

puas memberi beberapa tanda pada leher Renjun, Jaemin kembali menyesap belah ranum submissifnya, tangan nakalnya bergerak melepas tiga kancing atas kemeja Renjun

mengusap dada yang terasa halus, sesekali memelintir puting merah jambu itu yang mana mampu membuat si empu mendesah frustasi.

continue